read more story

Memperbaiki persepsi dari luka di masa lalu


Gimana aku bisa masuk ke dunia pernikahan Mbak kalau selama ini aja aku nggak dapat gambaran pernikahan yang baik dari orangtuaku?

Sebuah kalimat yang terucap dari seorang perempuan yang aku kagumi di sela - sela obrolan kami siang itu. Barangkali hal serupa juga dialami oleh kita hanya saja konteksnya berbeda, tidak melulu soal pernikahan.

Teman - teman. . Tentu saja aku bukan seseorang dengan kapasitas yang cukup untuk membantu menyembuhkan luka - luka itu. Tapi ijinkan aku mengutarakan dan bertanya satu hal:

Menurutmu, apakah kejadian tidak menyenangkan (yang Allah takdirkan kita mengalaminya) di masa lalu bertujuan untuk menakut - nakuti atau agar membuat kita memiliki persepsi yang buruk akan sesuatu?

Aku rasa tidaklah demikian. Semoga kamu juga berpikiran sama.

Segala sesuatu di dunia memang tidak ada yang sempurna, pun sebuah rumah tangga. Kedua orang tua kita, entah apa saja yang sudah mereka alami. Berbagai ujian dari yang ringan sampai berat yang mungkin tidak bisa kita bayangkan bagaimana rasanya saat itu.

Nanti saat teman - teman menikah pun akan menghadapi ujian - ujian hanya saja bentuknya bisa berbeda - beda.

Pasti tidak mudah berdamai dengan luka - luka yang bahkan sampai saat ini masih teringat jelas rasanya. Tapi coba sejenak luaskan kesadaran kita. Dibalik semua pengalaman pahit itu, apa saja pelajaran berharga yang didapatkan?

Aku pun begitu. Dulu aku sangat membenci dan ketakutan saat Bapak dan Ibu meributkan sesuatu tapi sekarang (setelah menikah) aku bisa memahami. Sejatinya berumah tangga ya akan berhadapan dengan konflik.

Bisa jadi saat aku diposisi mereka, aku pun akan melakukan hal yang sama. Hanya saja sekarang pelajaran berharga yang aku dapatkan adalah apa yang sebaiknya dilakukan saat mengalami hal yang sama supaya lebih bijak merespon konflik.


Segala kejadian di masa lalu tidak mungkin kita minta untuk diputar ulang dan diubah menjadi lebih baik. Tapi respon kita di hari ini dan hari - hari setelahnya masih bisa kita ubah dan "setel ulang" supaya hati kita lebih lapang menerima.

 

Tidak ada pernikahan yang benar - benar berjalan ideal sempurna. Dan segala gambaran pernikahan yang "tidak sempurna" dari orangtua bukanlah untuk membuat kita takut menjalani pernikahan.

Barangkali Allah sedang mendidik kita supaya saat memasuki tahap yang sama, kita bisa lebih baik menjalaninya.

Sekali lagi. Coba pelan - pelan disadari, dibalik rasa kecewa, seberapa banyak Allah titipkan pelajaran berharga yang bisa kita jadikan bekal nantinya?

Merasa khawatir tentu wajar karena kita tidak bisa memastikan apakah ujung dari sebuah perjalanan seperti yang kita inginkan atau tidak. Terlebih jika kita memiliki memori - memori buruk tentangnya.

Itulah pentingnya memasrahkan hidup hanya kepada-Nya seraya mengupayakan yang terbaik. Hingga saat kemungkinan terburuk terjadi pun bukan penyesalan yang dominan terasa, sebab kita percaya bahwa hidup ini milik-Nya & segala ketetapan yang ada adalah baik untuk kita. 

Semangat, ya! 

Untuk segala perih dan luka, semoga Allah sembuhkan segera dan menggantinya dengan kabar bahagia.

Pesan (bukan) sponsor: Jika teman - teman mengalami kesulitan untuk mengurai benang kusut di hati dan pikiran, tidak ada salahnya mencari bantuan psikolog dan menghubungi Teman Baik untuk melakukan sesi konsultasi dan terapi misalnya 😊. 


Love,

Nieta Firda

Comments