read more story

Jika costumer minta mark up harga


Ceritanya dimulai dari project souvenir seminar 200pcs flashdisk kulit. Setelah semua oke, aku kirim invoice. Tau - tau costumer minta harga nota dinaikan Rp 10.000/pcs. Duh! Aku jelaskan kalau tidak bisa takut rejeki jadi enggak berkah. Dia bilang butuh uang untuk belanja yang lain. Baiklah aku berpikir buat cari win - win solution.

Naikin harga buat kasih potongan (?) 

Diskusi sama temen dikasih tau cara supaya seperti ini:
Jumlah pesanan 200pcs
Harga jual Rp 70.000
Nominal mark up Rp 10.000
Tertulis di nota Rp 80.000
Total transfer 200pcs x Rp 80.000 = 16.000.000
Total cash back (nominal mark up) 200pcs x Rp 10.000 = 2.000.000

Costumer diminta transfer sejumlah 16 juta (sesuai nominal tertulis di nota). Setelah transaksi selesai, uang sejumlah 2 juta (nominal mark up) dikembalikan secara tunai atau transfer balik. 

Mending cancel project dari pada kasih mark up harga

Dipikir - pikir iya sih transfer sesuai dengan tagihan nota. Tapi bener enggak ya cara seperti itu? Karena ragu dan enggak dapat ijin suami, project ini aku cancel. Dengan berat hati aku bilang:

   "Selamat siang Mas X, mohon maaf untuk permintan mark up harga tidak bisa kami penuhi. Kalau kurang berkenan, monggo boleh order di vendor lain nggeh Mas. Mohon maf sebelumnya :)."

Mas Ares bilang, lepas aja dari pada rejeki jadi enggak berkah. Uangnya enggak seberapa. Jangan gadaikan prinsip demi uang. Iya, pastinya aku juga sependapat. Tapi aku enggak enakan sama costumer. Bukan soal uangnya tapi gimana ya hubungan sama costumer itu. Yang bikin berat jelasinnya dan bikin kecewa karena ordernya dibatalkan sepihak.

Lanjut soal cara jual beli tadi. Menurut aku, transaksinya ganjil. Tetep ada manipulasi. Pertama, kasih potongan tapi harga dinaikan dulu. Kedua, enggak mau mark up harga tapi harga dinaikan diawal dengan persetujuan kedua belah pihak. Ketiga, kalau ada potongan harga, harusnya tertulis juga di nota kan? Pun tidak ditulis, harusnya yang tertulis di nota adalah harga setelah dipotong.

Aku juga kurang yakin kalau costumer butuh uang untuk belanja keperluan seminar. Analisaku, cari untung buat dirinya sendiri. Kan dia laporan belanja 16 juta padahal dia cuma bayar 14 juta. Yang 2 juta kemana dong? 

Kalau memang disepakati panitia ada keuntungan dari souvenir pasti terbuka dan tidak perlu nota mark up. Gampangnya beli di aku 70 ribu dijual ke peserta 80 ribu. Dan terbuka dengan panitia lainnya. Diketahui bersama. 

Pelit amat sih jualannya Nit? Enggak mau bagi rejeki sama yang lain.

Hmm. . Ini bukan masalah pelit atau enggak ya. Tapi prinsip. Enggak mau aja rejeki jadi enggak berkah dan jadi perantara keburukan. Kalau memang mau ambil untung silahkan tapi transaksinya jadi reseller. Jualan atas nama tokonya sendiri bukan atas nama usaha aku. 

Ada tips enggak biar costumer enggak kecewa?

Kalau udah jadi prinsip harus tegas sih. Kalau mau order ya jujur, kalau minta mark up mending order ke vendor lain aja. Biar enggak kecewa, kalau jadi order, kasih bonus produk aja. Jadi pas serah terima barang, dilebihin beberapa pcs biar seneng.

Lagian kalau rejeki bakal balik lagi kok!

Oiya, sehari setelah aku cancel, costumer hubungi aku lagi. Jadi pesan tanpa mark up harga tentunya. Tuh kan, kalau rejeki enggak kemana? Aku takjub banget sih, Allah tuh mau kasih rejeki tapi dikasih 2 pilihan. Pada akhirnya jadi rejekiku tapi dikasih pilihan mau ambil jalan yang baik atau buruk.

"Terkadang, kita diuji bukan karena kita mampu atau tidak. Tetapi apa kita tetap setia pada kebaikan atau tidak." -Mas Ares-

Alhamdulillah. . .
Semoga habis ini enggak ada drama kaya gini lagi deh yaa :D

Kamu pernah punya pengalaman kaya gini juga? Sharing yuk di kolom komentar :)

Love,


Nita

Comments